Photobucket

Kamis, 16 Desember 2010

KONSTRUKSI WARIA

NAMA : BIMA HARYO SAMUDRO
NPM : 11110412
KELAS : 1 KA 28
JURUSAN : SISTEM INFORMASI

KONSTRUKSI WARIA

Kontruksi tentang waria selama ini yang berkembang dimasyarakat dianggap sangat menjijikkan. Ia tidak saja tidak dianggap sebagai identitas gender yang otonom, lepas dari kontruksi laki dan perempuan, lebih dari itu ia dikontruksi sebagai bentuk lain yang harus dibunuh. Haram dalam perpektif agama-agama itulah salah satu dasar waria harus dilarang. Pemahaman atas tels agama selama ini tentang waria memang sangat tidak mengakomodasi keberadaannya. Waria oleh agama agama dianggap kelainan seksual sekaligus kelainan sosial yang harus diberantas. Tafsir tunggal agama dalam bentuknya heteroseksual jelaslah tidak mendapatkan tempat bagi munculnya gerakan homoseksual yang menjadi kebiasaan kaum waria selama ini. Disamping bermasalah dimata agama, waria juga dianggap bermasalah dimata sosial. Hadirnya sosok waria yang berpenampilan molek, bak perempuan “monggoda” yang dietalasekan dijalan jalan besar perkotaan dianggap perusak rumah tangga orang. Bahkan perusak moral masyarakat, terutama kaum laki-laki, sehingga harus dijauhkan dari kehidupan masyarakat umumnya (tentu yang masuk dalam hegemoni wacana seks tunggal). Atas dasar inipula, negara yang dalam bentuknya seperti polisi, polisi pamongpraja, atau dinas sosial kerapkali melakukan operasi penggerebekakka terhadap pangkalan pangkalan waria, saat beroperasi. Bahkan dalam banyak kasus, seperti belakangan ini yang terjadi di Surabaya, atas dasar penertiban sosial, banyak psk, dan waria mengalami tindak kekerasan oleh aparat negara saat terjadi operasi. Benarkah waria sampah masyarakat? Jawabnya tentu dari perspektif mana kita memandang. Tapi yang pasti, waria khususnya di Indonesia adalah nagia dari komunitas sub altern yang tidak bersuara bebas untuk merepresentasikan kepentingan kepentingannya, termasuk memperjuangkan kepentingan kepentingannya dalam kebijakan politik negara. Seiring dengan suasana demokrasi yang berkembang belakangan ini di Indonesia beberapa kelompok organisasi yang berlatar belakang wariapun muncul. Organisasi kewariaan ini jelaslah hendak memperjuangkan kepentingan kepentingan kolektif mereka. Sebut saja IGAMA (Ikatan Gay Malang), atau Gaya Nusantara (di Surabaya), atau Iwama (ikatan waria malang) setidak tidaknya hendak menyuarakan suara suara perih kaum gay dan waria yang selama ini ditindas oleh wacana mainstream (agama dan negara). Bahkan banyak juga kalangan gay atau waria yang secara pribadi memperjuangkan diri untuk menduduki jabatan jabatan publik. Sebut saja Merlyn di Malang yang secara pribadi mendaftarkan diri menjadi calon Walikota Malang periode 2003-2008. Namun karena status sosialnya sebagai waria ia tidak dianggap memiliki kelayakan untuk menjadi calon walikota Malang saat itu. Kasus perjuangan kaum gay ,seperti Dede oetomo di Surabaya yang mencalonkan diri menjadi anggota DPD perwakilan Jawa Timur pada pemilu 5 April lalu setidaknya juga merepresentasikan kepentingan kaum gay dan waria. Nah, dalam liputan ngaji budaya kali ini hendak mengekspose pergulatan kum waria sehari hari. Mulai di difatwa haram oleh kalangan agamawan, dikerjar kejar oleh aparat negara, sampai mereka mengorganisir diri untuk memperjuangkan kepentingan kepentingan mereka. Liputa ini mengambil lokus kecil diwilayah perkotaan surabaya dan malang. Berbagai acara disiapkan oleh masyarakat untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Salah satu kelompok yang dengan sigap mempersiapkan diri itu adalah Pemuda Muhammadiyah Surabaya. Bersama 9 komponen umat Islam lainnya, yaitu Majelis Mujahidin Indonesia, Front Pembela Islam, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, Ikatan Remaja Masjid, Nasyi’atul Aisiyah, Pelajar Islam Indonesia, Hizbut Tahrir Indonesia, dan Hidayatullah, Pemuda Muhammadiyah mendirikan sebuah gerakan yang dinamakan Posko Anti Maksiat. Menurut Aqib Zarnuji, MAg, Ketua Pemuda Muhammadiyah Surabaya yang juga Koordinator Posko Anti Maksiat, tujuan pembentukan Posko Anti Maksiat tersebut untuk memberikan peringatan (warning) bagi pelaku maksiat yang ada di Surabaya. “Kami melihat baik Pekerja Seks Komersial (PSK) maupun waria, terutama yang dijalan-jalan itu, jelas melakukan protitusi, bahkan sangat mungkin juga terlibat dengan narkoba. Walaupun kami belum memiliki data yang akurat, tapi sekilas melihat tampilan mereka yang soronok, dan mengarah pada pornoaksi itu jelas merupakan tindakan prostitusi. Ini merupakan penyakit sosial yang harus dihabiskan,” tegas Aqib. Masih menurut Aqib, Posko tersebut menggunakan jaringan remaja masjid se-Surabaya untuk melakukan pemantauan di sekitar lingkungannya. Jadi para remaja masjid itu akan menjadi informan atas tindak maksiat yang berlangsung di tengah masyarakat. Hal ini, menurut Aqib, dilakukan sebagai bentuk partisipasi masyarakat atas diberlakukannya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 tahun 2003 yang mewajibkan tempat hiburan malam di Surabaya untuk tutup selama bulan Ramadhan. “Kami memang berharap aparat lebih intensif dalam melakukan ketertiban sosial, sebab mereka yang berwenang untuk memaksa para PSK dan waria untuk menjauhi tindakan maksiat,” lanjut Aqib. Aqib, dan mungkin juga sebagian muslim lainnya, merasa menutup tempat-tempat hiburan dan merazia para PSK dan waria merupakan amal saleh. Karena dengan begitu ia telah menjalankan ajaran Islam untuk menganjurkan kebaikan dan menjauhkan kemunkaran (amar makruf nahi munkar). Namun satu hal yang mungkin sering dilupakan oleh Aqib dan kawan-kawannya, apakah mereka sudah memikirkan alternatif apa yang bisa diberikan kepada para PSK dan waria itu, setelah mereka melarang dan menutup tempat mereka mencari nasfkah? Bukankah waria dan PSK itu juga manusia yang membutuhkan nafkah untuk kehidupannya? Tim Ngaji Budaya sendiri, di malam pertama bulan Ramadhan yang lalu sempat berdiskusi panjang dengan para PSK dan waria itu. Mereka malam itu nyaris tidak memperoleh uang. Mereka menyatakan sedih sekali, karena selama ini mereka selalu dilihat aspek buruknya saja, mulai dari pengganggu ketertiban sosial, sarang prostitusi, kriminalitas dan tempat meruaknya penyakit-penyakit sosial lainnya. Karena itu mereka setiap saat mendapat ancaman razia dari berbagai kelompok masyarakat. Jarang ada pihak yang mau berempati terhadap kelompok ini. Paling tidak itulah yang dirasakan Mbak Yayuk, Ketua Perwakos (Persatuan Waria Kota Surabaya), yang malam itu kami temui di Jalan Irian Barat (yang terkenal dengan sebutan Irba). Ia mengatakan, kehadiran dirinya bersama kawan-kawan waria di Irba tak lebih dari upaya menyambung hidup saja. Jika saja ada perkerjaan yang lebih bagus tentu mereka akan menerimanya dengan suka cita. “Siapa sih mas, yang suka dengan pekerjaan seperti ini? Apalagi orang yang sudah tua seperti saya ini, tambah susah. Saya tidak cantik seperti gadis-gadis itu. Kasarnya saya ini sudah tidak laku. Jadi kalau ndak pandai-pandai usaha, ya bagaimana bisa menyambung hidup,” ujar Yayuk dalam dialek Surabaya yang kental sambil menunjuk beberapa gadis muda PSK. Kegundahan Yayuk setidaknya merepresentasikan bahwa kehidupan saat ini tidaklah ramah terhadap kalangan waria yang dalam kategori sosial menempati jenjang paling bawah dari struktur sosial. Banyak upaya yang sudah dilakukan para waria itu untuk menggapai kehidupan yang lebih baik. Diantaranya dengan membentuk organisasi. Melalui organisasi itulah mereka melakukan aktivitas yang positif bagi diri mereka sendiri dan masyarakat di sekitarnya. Salah satu organisasi itu adalah Elit Model Waria yang dikoordinir oleh Kiki. Kiki tegas menolak kalau waria hanya dikonstruksi sebagai penyakit sosial yang hanya bisa menebar kemaksiatan. Kiki menyatakan bahwa waria juga memiliki prestasi yang membanggakan. Kiki bersikeras ingin menunjukkan bahwa waria juga memiliki karya, memiliki prestasi kerja layaknya masyarakat lainnya. “Jangan salah, anggota kami juga ada yang memiliki posisi prestesius yang selama ini dibanggakan orang. Kami juga bisa menjadi mitra pemerintah untuk sosialisasi berbagai program pemberdayaan masyarakat. Seperti beberapa tahun belakangan ini kami gencar sekali melayangkan kampanye Anti AIDS ke seluruh pelosok masyarakat, termasuk para pekerja seks komersial,” ujarnya. Kiki bersama rekan-rekannya selama ini memang getol untuk memberdayakan keterampilan dan intelegensi kaumnya. Teman-teman Kiki, yang tergabung dalam Elit Model memang semuanya waria, tapi tak semuanya dandan. Banyak juga di kalangan mereka yang sangat maskulin, seperti mereka yang bekerja di sektor publik seperti pegawai bank, atau wiraswasta. Kiki sendiri mengakui ada waria yang jahat, tetapi tidak bisa kalau dikatakan semua waria jahat. Namun repotnya, selama ini masyarakat pada umumnya (mainstream) sudah memiliki gambaran bahwa semua waria jahat. Hal ini sangat berbeda dalam memandang orang laki-laki dan perempuan, yang selalu bisa dipilah mana yang jahat dan mana yang tidak. Kiki dan teman-temannya yang tergabung dalam Elit Model Waria, hendak menyampaikan pesan kepada publik bahwa waria juga bisa berbuat sesuatu yang berguna bagi publik, tak hanya bisa menjual diri. Kalangan waria seperti Kiki dan Mbak Yayuk sangat berharap kontruksi buruk yang selama ini dilekatkan kepada waria segera dikurangi kalaupun toh tak bisa menghilangkannya. Totalitas kalangan waria yang tergabung dalam Elit Model untuk memperjuangkan citra positif bagi waria agaknya bukan sekedar bualan kosong. Ragam prestasi telah banyak mereka ukir. Dalam kesaksiannya, banyak kalangan waria yang menjadi wiraswasta seperti; kepemilikan salon, kepemilikan perusahaan garmen, kepemilikan sekolah-sekolah modeling yang justru membantu pemerintah dan masyarakat menciptakan lapangan kerja bagi bangsa Indonesia. Contohnya apa yang dilihat Tim Redaksi Ngaji Budaya beberapa waktu lalu di rumah Kiki di daerah Sepanjang, Sidoarjo. Saat itu Kiki dan kawan-kawannya baru saja mengantarkan delegasi Jawa Timur untuk mengikuti kontas Ratu Waria Indonesia, yakni Sopie. Dalam kontes tersebut Sophie berhasil menggondol tropi nasional, dan selanjutnya mereka mewakili Indonesia dalam kontes Ratu Waria Sedunia di Pattaya, Thailand. “Jadi jangan salah Mas, waria itu juga punya rasa nasionalisme. Kami membayangkan suatu saat nanti kami akan menjadi Ratu Waria se Dunia, dan Lagu Indonesia Raya berkumandang disana, alangkah terharunya kami,” ungkap Kiki menerawang. Apa yang dibayangkan Kiki bukanlah mimpi. Karena beberapa waktu lalu Indonesia memang pernah memenangkan Miss Universe (waria) di Amerika Serikat. Saat itu yang mewakili Indonesia adalah Cheny Han. Jelaslah ini prestasi kalangan waria yang bisa dipersembahkan untuk bangsanya. Di luar kontes-kontes itu, para waria yang tergabung dalam Elit Model juga memiliki kegiatan sosial. Setiap bulan mereka secara khusus meluangkan waktunya untuk membuat agenda-agenda sosial berkunjung ke panti-panti asuhan, memberikan sumbangan ke tempat-tempat ibadah, mengikuti acara buka puasa bersama, sahur bersama, menyumbang waria manula. Semua kegiatan ini sudah berlangsung sejak lama, namun sangat jarang media yang mengekspos kegiatan mereka. Toh semua upaya yang dilakukan oleh para waria semacam Kiki atau Yayuk, tak juga mampu untuk meruntuhkan image publik yang terlanjur melekatkan dengan dunia waria sebagai dunia malam yang serba hura-hura, dunia prostitusi dan narkoba. Namun para waria itu terus berupaya melawan pandangan mainstream yang tak menguntungkan itu dengan kegiatan-kegiatan riil yang bermanfaat bagi diri mereka dan masyarakat di sekitarnya. Memang itu semua membutuhkan proses yang panjang, yang tentu semua kalangan terutama tokoh-tokoh masyarakat dan agama memiliki peran sentral dalam membentuk persespsi tentang waria. Jika memang kita memiliki komitmen terhadap demokrasi dan pluralisme, seharusnya kita mau berbagi hati dan ruang kepada kaum minoritas dan marjinal seperti waria ini. Islam sendiri sangat menghargai keberagaman manusia. Islam ingin mengangkat harkat semua umat, bukan menghancurkannya. Wama arsalnaka illa rahmatan lil alamin. Lalu kenapa kita mesti menghardik mereka, dengan mengatasnamakan Islam pula?
Read More..

Senin, 29 November 2010

PELAPISAN SOSIAL DAN KESAMAAN DERAJAT

Nama : BIMA HARYO SAMUDRO
NPM : 11110412
Kelas : 1 KA 28
SISTEM INFORMASI

Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derajat

Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derajat
Pelapisan social dan kesamaan derajat dapat kita jumpai di lingkungan kita , berbagai hal dalam hal apa pun pasti tak luput dari perbedaan dalam pemberian , kesamaan , kesetaraan , pembagian yang setimbang dengan yang lainya. Mungkin semua orang tak heran dedengan semua ini karena mereka tak begitu menanggapi tetapi ada juga yang menanggapinya dan mengkritiknya. Karena bagi yang mengkritiknya hal itu sangat tidak adil terhadap semua tindakan yang akan terjadi nanti atau sesudah hal yang terjadi , mereka mau semua menadapatkan hal itu yang sama tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lainya.
Kesamaan derajat terkadang membuat orang berwibawa dan sangat disegankan di sekitar lingkungannya, tetapi ada juga yang mereka ingin sama dengan apa yang mereka rasakan. Karena mereka tak ingin diberlakukan tak adil terhadap semua yang akan dilakukan atau dilaksanakan oleh orang itu.
Pelapiasn social bias dikategorikan sebagai sebuah urutan atau tingkatan , sedangkan kesamaan derajat, sama seperti dengan pelapisan social tetapi kesamaan derajat ialah sesuatu yang bias dikatakan memiliki status, tingkatan tang sama dalam lingkungan  atau daerahnya.
Pelapisan social dan kesamaan derajat memiliki tali hubungan yang erat , karena kedua hal ini sangat berkaitan antar yang satu dengan yang lain.maka dari itu, semua atau sebagian orang yang mengkritik hal ini , karena bila tak mengkritik , orang itu bias dikatakan akan keterlaluan terhadap semua hak dan kewajiban yang harus dibagi sama ratakan terhadap semua orang, tetapi semua itu kembali keorang itu sendiri atau pribadi diri kita, karena semua itu kita yang melakukan dan melaksanakan serta kita juga pun yang akan rasakan jika kita bias melakukan sesuai  yang ditetapkan.
Sebagai contoh, kita dapat temukan hal ini di lingkungan kita sendiri, bagi orang yang memiliki lapisan social tertinggi di lingkungannya , maka orang itu juga akan mendapatkan sesuatu yang istimewa di masyarakatnya, seperti dihormati , dihargai , serta memiliki wibawa yang sangat tinggi,   karena mereka memiliki tempat atau derajat yang sangat dihormati ,tetapi semua itu kembali terhadap kepada individu. Masih banyak contoh lainya, pelapisan social dam kesamaan derajat memiliki cangkupan yang sangat luas , kita akan temukan dalam mendapatkan pekerjaan , dalam memilih pasangan pun terkadang dilihat dari hal ini. Oleh karena itu , kita sebagai manusia harus bersikap adil terhadap sesame manusia ,kita satu jenis ciptaan ALLAH yang memiliki jenis pria dan wanita, marilah berbagi terhadap sesame, berlaku adil untuk mencapai
Read More..

AGAMA DAN MASYARAKAT


Nama : BIMA HARYO SAMUDRO
NPM : 11110412
Kelas : 1 KA 28
SISTEM INFORMASI


  1. A. Pengertian Agama Dan Masyarakat
Masyarakat adalah suatu sistem sosial yang menghasilkan kebudayaan (Soerjono Soekanto, 1983). Sedangkan agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan tersebut. Sedangkan Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila: “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya. Di tahun 2000, kira-kira 86,1% dari 240.271.522 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 5,7% Protestan, 3% Katolik, 1,8% Hindu, dan 3,4% kepercayaan lainnya.

Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa “tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya” dan “menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya”. Pemerintah, bagaimanapun, secara resmi hanya mengakui enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu.
Dengan banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang ada di Indonesia, konflik antar agama sering kali tidak terelakkan. Lebih dari itu, kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan penting dalam hubungan antar kelompok maupun golongan. Program transmigrasi secara tidak langsung telah menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur Indonesia.
Berdasar sejarah, kaum pendatang telah menjadi pendorong utama keanekaragaman agama dan kultur di dalam negeri dengan pendatang dari India, Tiongkok, Portugal, Arab, dan Belanda. Bagaimanapun, hal ini sudah berubah sejak beberapa perubahan telah dibuat untuk menyesuaikan kultur di Indonesia.
Berdasarkan Penjelasan Atas Penetapan Presiden No 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama pasal 1, “Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius)”.
  • Islam : Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia, dengan 88% dari jumlah penduduk adalah penganut ajaran Islam. Mayoritas Muslim dapat dijumpai di wilayah barat Indonesia seperti di Jawa dan Sumatera. Masuknya agama islam ke Indonesia melalui perdagangan.
  • Hindu : Kebudayaan dan agama Hindu tiba di Indonesia pada abad pertama Masehi, bersamaan waktunya dengan kedatangan agama Buddha, yang kemudian menghasilkan sejumlah kerajaan Hindu-Buddha seperti Kutai, Mataram dan Majapahit.
  • Budha : Buddha merupakan agama tertua kedua di Indonesia, tiba pada sekitar abad keenam masehi. Sejarah Buddha di Indonesia berhubungan erat dengan sejarah Hindu.
  • Kristen Katolik : Agama Katolik untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ketujuh di Sumatera Utara. Dan pada abad ke-14 dan ke-15 telah ada umat Katolik di Sumatera Selatan. Kristen Katolik tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian diikuti bangsa Spanyol yang berdagang rempah-rempah.
  • Kristen Protestan : Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama masa kolonial Belanda (VOC), pada sekitar abad ke-16. Kebijakan VOC yang mengutuk paham Katolik dengan sukses berhasil meningkatkan jumlah penganut paham Protestan di Indonesia. Agama ini berkembang dengan sangat pesat di abad ke-20, yang ditandai oleh kedatangan para misionaris dari Eopa ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti di wilayah barat Papua dan lebih sedikit di kepulauan Sunda.
  • Konghucu : Agama Konghucu berasal dari Cina daratan dan yang dibawa oleh para pedagang Tionghoa dan imigran. Diperkirakan pada abad ketiga Masehi, orang Tionghoa tiba di kepulauan Nusantara. Berbeda dengan agama yang lain, Konghucu lebih menitik beratkan pada kepercayaan dan praktik yang individual.
  1. A. Fungsi-Fungsi Agama
Tentang Agama
Agama bukanlah suatu entitas independen yang berdiri sendiri. Agama terdiri dari berbagai dimensi yang merupakan satu kesatuan. Masing-masingnya tidak dapat berdiri tanpa yang lain. seorang ilmuwan barat menguraikan agama ke dalam lima dimensi komitmen. Seseorang kemudian dapat diklasifikasikan menjadi seorang penganut agama tertentu dengan adanya perilaku dan keyakinan yang merupakan wujud komitmennya. Ketidakutuhan seseorang dalam menjalankan lima dimensi komitmen ini menjadikannya religiusitasnya tidak dapat diakui secara utuh. Kelimanya terdiri dari perbuatan, perkataan, keyakinan, dan sikap yang melambangkan (lambang=simbol) kepatuhan (=komitmen) pada ajaran agama. Agama mengajarkan tentang apa yang benar dan yang salah, serta apa yang baik dan yang buruk.
Agama berasal dari Supra Ultimate Being, bukan dari kebudayaan yang diciptakan oleh seorang atau sejumlah orang. Agama yang benar tidak dirumuskan oleh manusia. Manusia hanya dapat merumuskan kebajikan atau kebijakan, bukan kebenaran. Kebenaran hanyalah berasal dari yang benar yang mengetahui segala sesuatu yang tercipta, yaitu Sang Pencipta itu sendiri. Dan apa yang ada dalam agama selalu berujung pada tujuan yang ideal. Ajaran agama berhulu pada kebenaran dan bermuara pada keselamatan. Ajaran yang ada dalam agama memuat berbagai hal yang harus dilakukan oleh manusia dan tentang hal-hal yang harus dihindarkan. Kepatuhan pada ajaran agama ini akan menghasilkan kondisi ideal.
Mengapa ada yang Takut pada Agama?
Mereka yang sekuler berusaha untuk memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari. Mereka yang marxis sama sekali melarang agama. Mengapa mereka melakukan hal-hal tersebut? Kemungkinan besarnya adalah karena kebanyakan dari mereka sama sekali kehilangan petunjuk tentang tuntunan apa yang datang dari Tuhan. Entah mereka dibutakan oleh minimnya informasi yang mereka dapatkan, atau mereka memang menutup diri dari segala hal yang berhubungan dengan Tuhan.
Alasan yang seringkali mereka kemukakan adalah agama memicu perbedaan. Perbedaan tersebut menimbulkan konflik. Mereka memiliki orientasi yang terlalu besar pada pemenuhan kebutuhan untuk bersenang-senang, sehingga mereka tidak mau mematuhi ajaran agama yang melarang mereka melakukan hal yang menurutnya menghalangi kesenangan mereka, dan mereka merasionalisasikan perbuatan irasional mereka itu dengan justifikasi sosial-intelektual. Mereka menganggap segi intelektual ataupun sosial memiliki nilai keberhargaan yang lebih. Akibatnya, mereka menutup indera penangkap informasi yang mereka miliki dan hanya mengandalkan intelektualitas yang serba terbatas.
Mereka memahami dunia dalam batas rasio saja. Logika yang mereka miliki begitu terbatasnya, hingga abstraksi realita yang bersifat supra-rasional tidak mereka akui. Dan hasilnya, mereka terpenjara dalam realitas yang serba empiri. Semua harus terukur dan terhitung. Walaupun mereka sampai sekarang masih belum memahami banyaknya fungsi alam yang bekerja dalam mekanisme supra rasional, keterbatasan kerangka berpikir yang mereka miliki menegasikan semua hal yang tidak dapat ditangkap secara inderawi.
Padahal, pembatasan diri dalam realita yang hanya bersifat empiri hanya akan membatasi potensi manusia itu sendiri. Dan hal ini menegasikan tujuan hidup yang selama ini diagungkan para penganut realita rasio-saja, yaitu aktualisasi diri dan segala potensinya.
Agama, dengan sandaran yang kuat pada realitas supra rasional, membebaskan manusia untuk mengambil segala hal yang terbaik yang dapat dihasilkannya dalam hidup. Semua-apakah hal itu bersifat empiri-terukur, maupun yang belum dapat diukur. Empirisme bukanlah suatu hal yang ditolak agama. Agama yang benar, yang bersifat universal, mencakup segi intelektual yang luas, yang diantaranya adalah empirisme. Agama tidak mereduksi intelektualitas manusia dengan membatasi kuantitas maupun kualitas suatu idea. Agama yang benar, memberi petunjuk pada manusia tentang bagaimana potensi manusia dapat dikembangkan dengan sebesar-besarnya. Dan sejarah telah membuktikan hal tersebut.
Kesalahan yang dibuat para penilai agama-lah yang kemudian menyebabkan realita ajaran ideal ini menjadi terlihat buruk. Beberapa peristiwa sejarah yang menonjol mereka identikan sebagai kesalahan karena agama. Karena keyakinan pada ajaran agama. Padahal, kerusakan yang ditimbulkan adalah justru karena jauhnya orang dari ajaran agama. Kerusakan itu timbul saat agama-yang mengajarkan kemuliaan- disalahgunakan oleh manusia pelaksananya untuk mencapai tujuan yang terlepas dari ajaran agama itu sendiri, terlepas dari pelaksanaan keseluruhan dimensinya.

  1. B. Pelembagaan Agama
Sebenarnya apa yang dimaksud dengan agama? Kami mengurapamakan sebagai sebuah telepon. Jika manusia adalah suatu pesawat telepon, maka agama adalah media perantara seperti kabel telepon untuk dapat menghubungkan pesawat telepon kita dengan Telkom atau dalam hal ini Tuhan. Lembaga agama adalah suatu organisasi, yang disahkan oleh pemerintah dan berjalan menurut keyakinan yang dianut oleh masing-masing agama. Penduduk Indonesia pada umumnya telah menjadi penganut formal salah satu dari lima agama resmi yang diakui pemerintah. Lembaga-lembaga keagamaan patut bersyukur atas kenyataan itu. Namun nampaknya belum bisa berbangga. Perpindahan penganut agama suku ke salah satu agama resmi itu banyak yang tidak murni.
Sejarah mencatat bahwa tidak jarang terjadi peralihan sebab terpaksa. Pemaksaan terjadi melalui “perselingkuhan” antara lembaga agama dengan lembaga kekuasaan. Keduanya mempunyai kepentingan. Pemerintah butuh ketentraman sedangkan lembaga agama membutuhkan penganut atau pengikut. Kerjasama (atau lebih tepat disebut saling memanfaatkan) itu terjadi sejak dahulu kala. Para penyiar agama sering membonceng pada suatu kekuasaan (kebetulan menjadi penganut agama tersebut) yang mengadakan invansi ke daerah lain. Penduduk daerah atau negara yang baru ditaklukkan itu dipaksa (suka atau tidak suka) menjadi penganut agama penguasa baru.
Kasus-kasus itu tidak hanya terjadi di Indonesia atau Asia dan Afrika pada umumnya tetapi juga terjadi di Eropa pada saat agama monoteis mulai diperkenalkan. Di Indonesia “tradisi” saling memanfaatkan berlanjut pada zaman orde Baru.Pemerintah orde baru tidak mengenal penganut di luar lima agama resmi. Inilah pemaksaan tahap kedua. Penganut di luar lima agama resmi, termasuk penganut agama suku, terpaksa memilih salah satu dari lima agama resmi versi pemerintah. Namun ternyata masalah belum selesai. Kenyataannya banyak orang yang menjadi penganut suatu agama tetapi hanya sebagai formalitas belaka. Dampak keadaan demikian terhadap kehidupan keberagaan di Indonesia sangat besar. Para penganut yang formalitas itu, dalam kehidupan kesehariannya lebih banyak mempraktekkan ajaran agam suku, yang dianut sebelumnya, daripada agama barunya. Pra rohaniwan agama monoteis, umumnya mempunyai sikap bersebrangan dengan prak keagamaan demikian. Lagi pula pengangut agama suku umumnya telah dicap sebagai kekafiran. Berbagai cara telah dilakukan supaya praktek agama suku ditinggalkan, misalnya pemberlakukan siasat/disiplin gerejawi. Namun nampaknya tidak terlalu efektif. Upacara-upacara yang bernuansa agama suku bukannya semakin berkurang tetapi kelihatannya semakin marak di mana-mana terutama di desadesa.
Demi pariwisata yang mendatangkan banyak uang bagi para pelaku pariwisata, maka upacarav-upacara adat yang notabene adalah upacara agama suku mulai dihidupkan di daerah-daerah. Upacara-upacara agama sukuyang selama ini ditekan dan dimarjinalisasikan tumbuh sangat subur bagaikan tumbuhan yang mendapat siraman air dan pupuk yang segar. Anehnya sebab bukan hanya orang yang masih tinggal di kampung yang menyambut angin segar itu dengan antusias tetapi ternyata orang yang lama tinggal di kotapun menyambutnya dengan semangat membara. Bahkan di kota-kotapun sering ditemukan praktek hidup yang sebenarnya berakar dalam agama suku. Misalnya pemilihan hari-hari tertentu yang diklaim sebagai hari baik untuk melaksanakan suatu upacara. Hal ini semakin menarik seba
Read More..

PRASANGKA DISKRIMINASI DAN ETNOSENTRISME


Nama : BIMA HARYO SAMUDRO
NPM : 11110412
Kelas : 1 KA 28
SISTEM INFORMASI

PRASANGKA, DISKRIMINASI DAN ETNOSENTRISME
Hidup bermasyarakat adalah hidup dengan berhubungan baik antara dihubungkan dengan menghubungkan antara individu-individu maupun antara kelompok dan golongan. Hidup bermasyarakat juga berarti kehidupan dinamis dimana setiap anggota satu dan lainnya harus saling memberi dan menerima. Anggota memberi karena ia patut untuk memberi dan anggota penerima karena ia patut untu menerima. Ikatan berupa norma serta nilai-nilai yang telah dibuatnya bersama diantara para anggotanya menjadikan alat pengontrol agar para anggota masyarakat tidak terlepas dari rel ketentuan yang telah disepakati itu.
Rasa solider, toleransi, tenggang rasa, tepa selira sebagai bukti kuatnya ikatan itu. Paa diri setiap anggota terkandugn makna adanya saling ikut merasakan dan saling bertanggungjawab paa setiap sikap tindak baik megnarah kepada yang hang positif maupun negative. Sakit anggota masyarakat satu akan dirasakan oleh anggota lainnya. Tetapi disamping adanya suatu harmonisasi, disisi lain keadaan akan menjadi sebaliknya. Bukan harmonisasi ditemukan, tetapi disharmonisasi. Bukan keadaan organisasi tetapi disorganisasi.
Sering kita temui keadaan dimasyarakat para anggotanya pada kondisi tertentu, diwarnai oleh adanya persamaan-persamaan dalam berbagai hal. Tetapi juga didapati perbedaan-perbedaan dan bahkan sering kita temui pertentangan-pertentangan. Sering diharapkan panas sampai petang tetapi kiranya hujan setengah hari, karena sebagus-bagus nya gading akan mengalami keretakan. Itulah sebabnya keadaan masyarakat dan Negara mengalami kegoyahan-kegoyahan yang terkadang keaaan tidak terkendali dan dari situlah terjadinya perpecahan.. Sudah tentu sebabnya, misalnya adanya pertentangan karena perbedaan keinginan.
Perbedaan kepentingan sebenarnya merupakan sifat naluriah disamping adanya persamaan kepentingan. Bila perbedaan kepentingan itu terjadi pada kelompok-kelompok tertentu, misalnya pada kelompok etnis, kelompok agama, kelompok ideology tertentu termasuk antara mayoritas dan minoritas.
Prasangka dan Diskriminasi
Prasangka atau prejudice berasal dari kata latian prejudicium, yang pengertiannya sekarang mengalami perkembangan sebagia berikut :
  1. semula diartikan sebagai suatu presenden, artinya keputusan diambil atas dasar pengalaman yang lalu
  2. dalam bahas Inggris mengandung arti pengambilan keputusan tanpa penelitian dan pertimbangan yagn cermat, tergesa-gesa atau tidak matang
  3. untuk mengatakan prasangka dipersyaratkan pelibatan unsur-unsur emosilan (suka atau tidak suka) dalam keputusan yang telah diambil tersebut
Dalam konteks rasial, prasangka diartikan:”suatu sikap terhadap anggota kelompok etnis atau ras tertentu, yang terbentuk terlalu cepat tanpa suatu induksi ”. Dalam hal ini terkandung suatu ketidakadilan dalam arti sikap yang diambilkan dari beberapa pengalaman dan yang didengarnya, kemudian disimpulkan sebagai sifat dari anggota seluruh kelompok etnis.
Prasangka (prejudice) diaratikan suatu anggapan terhadap sesuatu dari seseorang bahwa sesuatu itu buruk dengan tanpa kritik terlebih dahulu. Baha arab menyebutnya “sukhudzon”. Orang, secara serta merta tanpa timbang-timbang lagi bahwa sesuatu itu buruk. Dan disisi lain bahasa arab “khusudzon” yaitu anggapan baik terhadap sesuatu.
Prasangka menunjukkan pada aspek sikap sedangkan diskriminasi pada tindakan. Menurut Morgan (1966) sikap adalah kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negarif terhadap orang, obyek atau situasi. Sikap seseorang baru diketahui setelah ia bertindak atau beringkah laku. Oleh karena itu bisa saja bahwa sikap bertentangan dengan tingkah laku atau tindakan. Jadi prasangka merupakan kecenderungan yang tidak nampak, dan sebagai tindak lanjutnya timbul tindakan, aksi yang sifatnya realistis. Dengan demikian diskriminatif merupakan tindakan yang relaistis, sedangkan prsangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh diri individu masing-masing.
Prasangka ini sebagian bear sifatnya apriori, mendahului pengalaman sendiri (tidak berdasarkan pengalaman sendiri), karena merupakan hasil peniruan atau pengoperan langsung pola orang lain. Prasangka bisa diartikan suatu sikap yang telampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifat berat sebelah, dan dibarengi proses simplifikasi (terlalu menyederhanakan) terhadap sesuatu realita. Dalam kehidupan sehari-hari prasangka ini banyak dimuati emosi-emosi atau unsure efektif yang kuat.
Tidak sedikit orang yang mudah berprasangka, namun banyak juga orang-orang yang lebih sukar berprasangka. Mengapa terjadi perbedaan cukup menyolok ? tampaknya kepribadian dan inteligensi, juga factor lingkungan cukup berkaitan engan munculnya prasangka. Orang yang berinteligensi tinggi, lebih sukar berprasangka, mengapa ? karena orang-orang macam ini berikap dan bersifat kritis. Prasangka bersumber dari suatu sikap. Diskriminasi menunjukkan pada suatu tindakan. Dalam pergaulan sehari-hari sikap prasangka dan diskriminasi seolah-olah menyatu, tak dapat dipisahkan. Seseorang yagn mempunyai prasangka rasial, biasanya bertindak diskriminasi terhadap ras yang diprasangkainya. Walaupun begitu, biasa saja seseorang bertindak diskriminatof tanpa latar belakang prasangka. Demikian jgua sebaliknya seseorang yang berprasangka dapat saja bertindak tidak diskriminatif.
Sebab-sebab timbulnya prasangka dan diskriminasi :
  1. berlatar belakang sejarah
  2. dilatar-belakangi  oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional
  3. bersumber dari factor kepribadian
  4. berlatang belakang perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama
Usaha-usaha mengurangi/menghilangkan prasangka dan diskriminai
  1. Perbaikan kondisi sosial ekonomi
  2. Perluasan kesempatan belajar
  3. Sikap terbuka dan sikap lapang
Etnosentrisme yaitu suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagaai sesuatu yang prima, terbaik, mutlak dan diepergunakan sebagai tolok ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain. Etnosentrisme merupakan kecenderungan tak sadar untuk menginterpretasikan atau menilai kelompok lain dengan tolok ukur kebudayaannya sendiri. Sikap etnosentrisme dalam tingkah laku berkomunikasi nampak canggung, tidak luwes.
SIKAP DAN PRASANGKA
Karena prasangka itu suatu sikap, yaitu sikap sosial, maka terlebih dahulu sikap perlu dirumuskan. Sikap menurut morgan (1966) adalah kecenderungan untuk berespon, baik secara positif maupun negatif, terhadap orag, obyek, atau situasi. Tentu saja kecenderungan untuk berespon ini meliputi perasaan atau pandangannya, yang tidak sama dengan tingkah laku. Sikap seseorang baru diketahui bia ia sudah bertingkah laku. sikap merupakan salah satu determinan dari tingkah laku, selain motivasi dan norma masyarakat.Oleh karena itu kadang-kadang sikap bertentangan dengan tingkah laku.
Karena berbeda dengan pengetahuan (knowledge), dalam sikap terkandung suatu penilaian emosional yangdapat berupa suka, tidak suka, senang, sedih, cinta, benci, dan sebagainya. Karena dalam sikap ada ”suatu kecenderungan berespon”. maka seseroang mempunya isikap yang umumnya mengetahui perilaku atau tindakan apa yang akan dilakukan bila bertemu dengan obyeknya. Dari uraian tersebut dapatlah disimpulkan, bahwa sikap mempunyai komponen-komponen, yaitu :
  1. kognitif : artinya memiliki pengetahuan mengenai objek sikapnya terlepas pengetahuan itu benar atau salah
  2. Afektif: artinya dalam bersikap akan selalu mempunyai evaluasi emosinal (setuju-tidak setuju) mengenai objeknya
  3. Konatif: artinya kecenderungan bertingkah laku bila bertemu dengan objek sikapnya, mulai dari bentuk yang positif (tindakan sosialisasi) samapai pada yang aktif (tindakan menyerang)
Pertentangan-pertentangan sosial / ketegangan dalam masyarakat
Konflik (pertentangan) mengandung suatu pengertian tingkah laku yang lebih luas dari pada yang biasa dibayangkan orang dengan mengartikannya sebagai pertentangan yang kasar atau perang. Dasar konflik berbeda-beda. Terdapat 3 elemen dasar yang merupakan cirri-ciri dari situasi konflik yaitu :
  1. Terdapatnya dua atau lebih unit-unit atau baigan-bagianyang terlibat di dalam konflik
  2. Unti-unit tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan,  masalah-masalah, nilai-nilai, sikap-sikap, maupun gagasan-gagasan
  3. Terdapatnya interaksi di antara bagian-bagian yang mempunyai perbedaan-perbedaan tersebut.
Konflik merupakan  suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya, misalnya kebencian atau permusuhan. Konflik dapat terjadi paa lingkungan yang paling kecil yaitu individu, sampai kepaa lingkungan yang luas yaitu masyarakat.
  1. Pada taraf di dalam diri seseorang, konflik menunjuk kepada adanya pertentangan, ketidakpastian, atau emosi-emosi dan dorongan yang antagonistic didalam diri seseorang
  2. Pada taraf kelompok, konflik ditimbulkan dari konflik yang terjadi dalam diri individu, dari perbedaan-perbedaan pada para anggota kelompok dalam tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan norma-norma, motivasi-motivasi mereka untuk menjadi anggota kelompok, serta minat mereka.
  3. para taraf masyarakat, konflik juga bersumber pada perbedaan di antara nilai-nilai dan norma-norma kelompok dengan nilai-nilai an norma-norma kelompok yang bersangkutan berbeda.Perbedan-perbedaan dalam nilai, tujuan dan norma serta minat, disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman hidup dan sumber-sumber sosio-ekonomis didalam suatu kebudayaan tertentu dengan yang aa dalam kebudayaan-kebudayaan lain.
Adapun cara-cara pemecahan konflik tersebut adalah :
  1. elimination; yaitu pengunduran diri salah  satu pihak yang telibat dalam konflik yagn diungkapkan dengan : kami mengalah, kami mendongkol, kami keluar, kami membentuk kelompok kami sendiri
  2. Subjugation atau domination, artinya orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar dapat memaksa orang atau pihak lain untuk mentaatinya
  3. Mjority Rule artinya suara terbanyak yang ditentukan dengan voting akan menentukan keputusan, tanpa mempertimbangkan argumentasi.
  4. Minority Consent; artinya kelompok mayoritas yang memenangkan, namun kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan dan menerima keputusan serta sepakan untuk melakukan kegiatan bersama
  5. Compromise; artinya kedua atau semua sub kelompok yang telibat dalam konflik berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah
  6. Integration; artinya pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan dan ditelaah kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak

Read More..
Nihon sya miitingu logo Pictures, Images and Photos